Organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar sistem pertanian organik dan disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Organik yang telah diakreditasi.
Apa itu Sertifikat Organik?
Secara peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, produsen hanya boleh mencantumkan klaim organik apabila produknya telah memiliki sertifikasi organik yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi. Untuk standar Indonesia, hal tersebut dibuktikan dengan pemakaian logo SNI Organik.
Sebagai perumpamaan, sertifikat organik dapat diibaratkan seperti sertifikat tanah. Semua orang bisa saja mengklaim dirinya adalah pemilik tanah. Tetapi, tanpa dokumen Akta Kepemilikan Tanah yang dikeluarkan oleh BPN, maka klaim tersebut tidak memiliki status hukum.
Sertifikasi menjadi penting karena menjaga keobjektifan bahwa standar keorganikan yang diterapkan memang sudah sesuai dengan standar organik yang berlaku di Indonesia maupun internasional. Sering kali pemahaman soal standar organik di kalangan petani dan produsen belum sama rata karena keterbatasan pengetahuan mereka.
Organik merupakan process claim bukan product claim, artinya suatu produk dikatakan organik tidak hanya melihat hasil akhir bahwa suatu produk setelah mengalami pengujian di laboratorium tidak mengandung residu pestisida maupun logam berat (residu pestisida dan logam berat di bawah BMR, *BMR = Batas Maksimum Residu). Tetapi proses menghasilkan suatu produk dari mulai proses produksi, penanganan, penyimpanan, dan pengangkutan harus memenuhi kaidah pertanian organik. Sebagaimana diatur dalam SNI 6729:2013 dan Peraturan Menteri Pertanian nomor 64/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Sistem Pertanian Organik. Mengacu pada standar organik internasional yaitu IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) dan CAC (Codex Alimentarius Commission).
Berdasarkan SNI 6729:2013, organik merupakan istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar sistem pertanian organik. Kemudian disertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik yang telah terakreditasi. Semua produk yang telah mendapatkan sertifikasi organik wajib mencantumkan logo organik. Dilengkapi dengan nomor registrasi yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi organik.
Standar Organik Dalam Proses Budi Daya
Dalam sertifikasi organik, seluruh mata rantai suplai harus disertifikasi, mulai dari lahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, hingga tahap pemasaran dan distribusi. Dalam proses budi daya, hal-hal yang harus dipastikan adalah:
- Tidak menggunakan pupuk kimia, pestisida kimia, herbisida kimia, dan semua sarana produksi pertanian bebas dari bahan kimia yang tidak diperbolehkan standar organik.
- Benih/bibit dihasilkan secara organik dan bukan benih GMO.
- Tanah lokasi penanaman tidak terkontaminasi kimia. Minimal 3 tahun sudah bebas dari pemakaian bahan kimia, serta diverifikasi pengujian kualitasnya dengan uji lab.
- Sumber air yang digunakan tidak terkontaminasi kimia, yang dibuktikan dengan uji lab.
- Selain sampel tanah dan sampel air, sampling tanaman dan hasil tanaman juga dikirimkan untuk uji lab.
- Proses pengontrolan dilakukan oleh Internal Control System Staff yang memiliki kualifikasi khusus. Untuk memastikan integritas proses budi daya hingga panen dijalankan secara terus menerus.
Standar Organik Dalam Proses Panen, Pascapanen, dan Pengolahan
Dalam proses panen, pascapanen, dan pengolahan, yang harus dipastikan adalah:
- Alat/mesin/ruang/lokasi pengolahan tidak terkontaminasi antara bahan organik dan non-organik. Maka, harus ada proses pembersihan sesuai panduan.
- Tidak ada pemakaian bahan aditif seperti pemutih, pewarna, pengawet, penstabil, serta perisa sintetik yang tidak diperbolehkan standar organik.
- Kemasan memenuhi standar food grade dan tidak ada kontaminasi bahan kimia.
- Pelabelan memenuhi standar organik yang berlaku.
- Penjualan/transaksi ekspor produk organik mengikuti aturan yang berlaku di negara impor, dibuktikan dengan dokumen persyaratan impor. Dokumen tersebut di antaranya adalah Transaction Certificate (TC) untuk negara Amerika dan Jepang serta Export Approval dan Certificate of Inspection (COI) untuk negara Eropa selain UK.
- Setiap proses harus memiliki keseimbangan antara input hingga output process serta dapat ditelusuri (traceable).
Manfaat Sertifikasi Organik
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk organik yang mempunyai nilai tambah yang cukup nyata, maka muncul pelaku usaha yang melakukan tindak tindakan yang tidak terpuji. Salah satunya dengan melabel dan menjual produk konvensional mereka sebagai produk organik. Untuk menekan kerugian masyarakat konsumen produk organik, maka Pemerintah dalam hal ini Badan Standardisasi Nasional bersama-sama dengan Otoritas Kompeten Pertanian Organik (OKPO) telah mensosialisasikan aturan sertifikasi. Mengharuskan bagi semua pelaku usaha pertanian organik untuk mensertifkasikan semua produk organiknya ke Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) nasional. Lembaga yang telah terakreditasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) ataupun LSO Internasional. Sampai saat ini di Indonesia ada delapan LSO yang terdaftar dan terakreditasi oleh KAN antara lain Sucofindo, MAL, INOFICE, Sumbar, Lesos, Biocert, Persada, dan SDS.
Disamping sebagai penjamin bagi konsumen produk organik, ada beberapa manfaat lain dari program sertifikasi antara lain:
- Memberi jaminan terhadap produk PO yang tersertifikasi dan memenuhi persyaratan sistem PO nasional (SNI 6729:2013) dan internasional (Codex & IFOAM). Dengan kewajiban memasang logo Organik Indonesia yang pada setiap kemasan produk organik.
- Melindungi konsumen dan produsen dari manipulasi atau penipuan produk PO yang tercela. Ancaman tindak pidana bagi pemalsu produk organik.
- Menjamin praktek perdagangan yang etis dan adil baik bagi produsen maupun konsumen produk organik.
- Memberikan nilai tambah pada produk organik dan mendorong meraih akses pasar baik di dalam maupun di luar negeri.
- Mendukung Program Go Organik Indonesia yang telah diluncurkan sejak tahun 2010 yang lalu. Mendukung Indonesia sebagai produsen pertanian organik utama dunia.
Tahapan Sertifikasi Organik
Secara umum, proses sertifikasi pertanian organik di Indonesia termasuk mudah. Namun demikian, kurangnya pemahaman dan beragamnya kesiapan para calon produsen atau pelaku usaha pertanian organik terhadap butir-butir aturan yang terdapat di dalam SNI Pertanian Organik. Hal inilah yang menyebabkan terhambatnya proses sertifikasi tersebut. Materi SNI 6729:2013 dengan mudah dapat diunduh dari www.bsn.go.id, atau langsung bisa mendapatkan dari LSO pada saat pendaftaran.
Di dalam SNI 6729:2013 Lampiran B dicantumkan tata cara dan aturan penggunaan bahan yang dilarang, diperbolehkan, dan yang diperbolehkan secara terbatas. Ssedangkan aturan tata cara inspeksi dan sertifikasi dapat dilihat pada Lampiran C. Aturan penggunaan bahan yang diterbitkan bisa berbeda antar negara produsen. Sebagai contoh, di Indonesia dan beberapa negara yang mayoritasnya beragama Islam melarang penggunaan pupuk yang berasal dari kotoran babi dan manusia.
Lima Kegiatan Sertifikasi Organik
Dalam proses sertifikasi, ada lima tahapan kegiatan yang perlu dilaksanakan antara lain:
- Pengajuan permohonan sertifikasi produk organik oleh pelaku usaha bisa melalui pendaftaran secara online ataupun langsung datang ke LSO (Lembaga Sertifikasi Organik) sekaligus menyertakan lingkup sertifikasi yang diinginkan oleh Pelaku Usaha.
- Selanjutnya LSO akan memberikan formulir pendaftaran yang harus diisi dan dikirimkan kembali oleh Pelaku Usaha ke LSO untuk dilakukan audit kecukupan oleh LSO.
- Apa bila hasil audit menyatakan cukup dan layak, maka LSO akan memberikan penawaran biaya sertifikasi sekaligus memberikan jadwal dan nama petugas inspektor yang akan melakukan inspeksi.
- Pelaksanaan inspeksi dilakukan sesuai dengan SNI 6729:2013 yang terdapat pada Lampiran C yang intinya ada dua kegiatan utama. Antara lain pelaksanaan audit dokumen dan inspeksi lapang. Tugas utama dari Inspektor adalah memotret dan merekam semua proses sistem organik yang dilakukan oleh Pelaku Usaha. Apabila ada hal-hal yang kurang sesuai dengan SNI 6729:2013 maka akan dicatat dalam lembaran ketidak sesuaian (LKS) dan diberikan ke Pelaku Usaha untuk diperbaiki.
- Hasil inspeksi di lapang dan tindakan perbaikan oleh Pelaku Usaha akan dipresentasikan oleh Inspektor di Sidang Komisi Sertifikasi. Untuk mendapatkan keputusan lulus atau tidaknya proses sertifikasi dari Pelaku Usaha. Apabila Komisi Sertifikasi meluluskan, maka LSO akan menerbitkan sertifikat kelulusan yang berlaku tiga tahun dan sertifikat tersebut akan diserahkan oleh Pimpinan LSO kepada pelaku usaha. Sekaligus pemberian hak penggunaan logo Organik Indonesia. Sertifikat Organik berlaku selama tiga tahun dan minimal sekali setahun dilakukan surveilen.
Kendala Dalam Sertifikasi Organik
Masalah utama sertifikasi yang sering dijumpai selama proses sertifikasi antara lain:
- Keragaman pemahaman Pelaku Usaha akan SNI 6729 tentang Sistem Pertanian Organik sehingga untuk pengisian formulir harus dibantu oleh LSO.
- Dokumen sistem mutu atau company profile yang merupakan acuan pelaku usaha untuk berbudidaya organik seringkali tidak konsisten dan berbeda dengan tindakan yang dilaksanakan di lapang. Pembuatan dokumen atau SOP harus sesuai dan sama dengan seluruh kegiatan yang dilaksanakan di lapang. Kurangnya catatan atau rekaman dari proses berbudidaya, menyebabkan Inspektor tidak bisa memantau kegiatannya secara benar dan lengkap.
- Peta lokasi dan peta lahan yang dibuat tidak jelas dan tidak ada atau kurangnya keterangan atau legenda terutama lahan diluar lahan organik yang bersifat konvensional yang berbatasan dengan lahan organik.
- Border lahan organik seringkali tidak memadai, sehingga berpotensi terjadinya pencemaran baik melalui air maupun udara. Untuk itu diperlukan areal border yang cukup memadai. Sehingga terjadinya pencemaran baik melalui air dan udara tidak terjadi. Untuk mengendalikan pencemaran pestisida melalui udara, diperlukan tanaman atau bangunan penghalang (barrier). Berfungsi mencegah dan mengurangi adanya pencemaran pestisida melalui udara.
- Air pengairan yang menjadi sumber utama dari lahan organik yang berasal dari perairan umum atau limpahan dari lahan konvensional seringkali menjadi salah satu penyebab tercemarnya lahan organik. Dalam SNI Pertanian Organik diizinkan penggunaan air yang berasal dari perairan umum tetapi harus melalui kolam penyaringan alami. Terutama dengan menggunakan tanaman eceng gondok.
- Masa konversi atau sejarah lahan dari lokasi organik yang belum memenuhi persyaratan minimal. Untuk tanaman tahunan diperlukan masa konversi selama tiga tahun. Sedangkan untuk tanaman semusim diperlukan masa konversi yang lebih singkat yaitu dua tahun. Pembuatan sejarah lahan diperlukan pengesahan dari institusi yang kompeten dan bertanggung jawab, bisa melalui Kepala Desa, Kecamatan ataupun Kepala Dinas Pertanian yang diketahui oleh Petugas Penyuluh Pertanian setempat.
- Bagi pelaku usaha yang memproduksi produk organik bersama dengan produk konvensional, diperlukan persyaratan yang lebih ketat. Untuk menghindari adanya pencemaran dan tercampurnya produk organik. Pelaku usaha yang memproduksi produk organik dan konvensional harus didukung dengan SOP yang benar dan akurat. Untuk menghindari adanya pencemaran atau tercampurnya produk organik dan konvensional.
- Untuk produk organik yang belum mempunyai pasar khusus dan dijual ke pasar tradisional, pada umumnya tidak akan mendapatkan nilai tambah dan margin keuntungan dari produk organik yang dihasilkan. Menyebabkan Pelaku Usaha tidak mampu menabung dan melakukan surveilan yang harus dilaksanakan setiap tahun sekali.
- Bagi Pelaku Usaha yang mempunyai pasar khusus dan harganya cukup baik, berpotensi pula terjadinya penjualan produk dengan label organik yang berasal dari lahan non organik atau konvensional. Untuk itu diwajibkan bagi pelaku usaha untuk membuat rekaman produksi dan penjualan di tiap petani dan di tingkat kelompok tani (Poktan).
- Ada beberapa Poktan atau Gapoktan yang menerapkan sistem pengawasan internal (ICS) namun belum melaksanakan persyaratan pokok ICS itu sendiri. Sehingga berpotensi melanggar SNI Pertanian Organik dan bisa dicabutnya sertifikat keorganikannya. Untuk itu, bagi Poktan atau Gapoktan yang jumlah petani atau luas areal nya tidak besar, tidak perlu menerapkan ICS.
- Walaupun etika inspektor harus memegang rahasia perusahaan/Pelaku Usaha. Namun masih ada beberapa Pelaku Usaha yang tidak terbuka dan tidak mau menyampaikan bahan dan komposisi pupuk/pestisida organik yang digunakan untuk pembuatan pupuk/pestisida organik yang akan disertifikasi. Sehingga dengan terpaksa LSO tidak akan meluluskan karena dikhawatirkan adanya penggunaan bahan yang dilarang oleh SNI 6729: 2013.
Sumber Data: